Jumat, 07 Februari 2014

KISAH NABI IBRAHIM AS Part 1



Pendahuluan

Pada 2.295 SM. Kerajaan Babilon waktu itu diperintah oleh seorang raja yang bengis dan mempunyai kekuasaan yang absolut dan zalim, ia bernama Namrudz bin Kan'aan. Menurut buku kisah-kisah 25 nabi dan mukjizatnya, Kerajaan Babilon pada masa itu termasuk kerajaan yang makmur dan rakyat hidup senang, sejahtera dalam keadaan serba kecukupan sandang maupun pangan serta sarana prasarana yang menjadi keperluan pertumbuhan jasmani mereka. Akan tetapi tingkatan hidup rohani mereka berada ditingkat jahiliyah. Mereka tidak mengenal Tuhan Pencipta mereka yang telah mengaruniakan mereka dengan segala kenikmatan dan kebahagiaan duniawi.
Persembahan   mereka   adalah patung-patung yang mereka pahat sendiri dari batu-batu atau terbuat dari lumpur dan tanah.
Raja mereka Namrud bin Kan’an menjalankan tampuk pemerintahan dengan tangan besi dan kekuasaan mutlak tanpa adanya undang-undang. Semua kehendaknya harus terlaksana dan segala perintahnya merupakan undang-undang yang tidak dapat dilanggar atau ditawar. Kekuasaan yang besar yang berada di tangannya itu dan kemewahan hidup berlebih-lebihan yang ia nikmati lama kelamaan menjadikan ia tidak puas dengan kedudukannya sebagai raja. Ia merasakan dirinya patut disembah oleh rakyatnya sebagai Tuhan. Ia berpikir jika rakyatnya mau dan rela menyembah patung-patung yang terbuat dari batu yang tidak dapat memberikan manfaat dan mendatangkan kebahagiaan bagi mereka, mengapa bukan dia saja yang disembah sebagai Tuhan. Dia yang dapat berbicara, dapat mendengar dan dapat berpikir, dapat memimpin mereka, membawa kemakmuran bagi mereka dan melepaskan dari kesengsaraan dan kesusahan. Dia yang dapat mengubah orang miskin menjadi kaya dan orang yang di hina menjadi orang yang mulia. Di samping itu, ia adalah raja yang berkuasa dan memiliki negara yang besar dan luas.
Suatu ketika Namrudz mendapat petanda bahwa akan ada seorang bayi yang lahir disana dan bayi ini akan tumbuh kemudian menentangnya. Diantara sifat insan yang akan menentangnya ini ialah dia akan membawa agama yang mempercayai satu tuhan dan akan menjadi pemusnah batu berhala. Insan ini juga akan menjadi penyebab Namrudz mati dengan cara yang dahsyat. Oleh karena itu Namrudz telah memerintahkan prajuritnya untuk membunuh semua bayi yang dilahirkan di tempat ini. Ia juga telah memisahkan golongan lelaki dan wanita selama setahun.
Cahaya akal saat itu padam sehingga kegelapan memenuhi segala penjuru bumi. Akhirnya, kehausan bumi untuk mendapatkan rahmat dan kelaparannya terhadap kebenaran pun semakin meningkat. Dalam suasana yang demikianlah Nabi Ibrahim dilahirkan.

Kelahiran, Nasab dan Keluarganya
Ibrahim bin Aazar (Tarikh) bin Nahur bin Sarugh bin Ra'u bin Faligh bin Abir bin Shaleh bin Arfakhsad bin Sam bin Nuh. Ia dilahirkan sekitar 1997 SM di sebuah tempat bernama Faddam, A'ram, yang terletak di dalam kawasan kerajaan Babilonia.
Menurut Al-Hafidz ibnu Asakir ibunya bernama Amilah dalam kitab at-Tarikh dari Ishaq bin Basyar al-Kahiliy, penulis kitab al-Mubtadi'. Sedangkan al-Kalbiy berkata, ibunya bernama Buna binti Karbina bin Kartsi yang berasal dari Bani Arfakhsyad bin Sam bin Nuh.
Sementara Al-Qur'an al-Karim tidak menceritakan tentang proses kelahirannya dan masa kecilnya.
Dalam kesewenangan dan kezhaliman Namrudz, walaupun berada dalam keadaan cemas, kehendak Allah tetap terjadi. Isteri Aazar telah mengandung namun tidak menunjukkan tanda-tanda kehamilan. Pada suatu hari dia terasa seperti telah tiba waktunya untuk melahirkan anak dan sadar sekiranya diketahui oleh Namrudz yang zalim pasti dia serta anaknya akan dibunuh. Dalam ketakutan, ibu Ibrahim telah bersembunyi dan melahirkan anaknya di dalam sebuah gua yang bersebelahan. Setelah melahirkan, dia memasukkan batu-batu kecil dalam mulut bayinya itu dan meninggalkannya seorang diri. Seminggu kemudian, dia bersama suaminya kembali ke gua tersebut dan terkejut melihat Ibrahim masih hidup. Selama seminggu, bayi itu menghisap celah jarinya yang mengandungi susu dan makanan lain yang berkhasiat. Semasa berusia 15 bulan tubuh Ibrahim telah membesar dengan cepatnya seperti kanak-kanak berusia dua tahun. Maka kedua ibu bapaknya berani membawanya pulang kerumah mereka.
Ketika itu, ayah Ibrahim, Tarikh berusia enam puluh lima tahun. Setelah Ibrahim, lahir juga Nahur dan Haran. Haran kemudian memiliki anak Luth yang telah meninggal ketika ayahnya masih hidup.
Ada yang menyebutkan bahwa ayah Nabi Ibrahim meninggal sebelum ia dilahirkan kemudian ia diasuh oleh pamannya di mana pamannya itu menduduki kedu­dukan ayahnya. Nabi Ibrahim pun memanggil dengan sebutan-sebutan yang biasa ditujukan kepada seorang ayah. Karena terdapat perbedaan pendapat dalam menafsirkan kata "ab" dalam kisah Nabi Ibrahim as dalam al-Quran. Sebagian mengartikannya dengan arti lahiriahnya, yaitu ayah. Tapi, kelompok yang lain berasumsi bahwa yang dimaksud dengan kata tersebut adalah paman. Ada juga ada yang mengatakan bahwa ayahnya tidak meninggal dan Azar adalah benar-benar ayahnya. Ada pendapat lain yang mengatakan bahwa Azar adalah nama salah satu patung yang cukup terkenal yang dibuat oleh ayahnya.

Lingkungan di sekitar Nabi Ibrahim
Kita mengetahui bahwa di masa Nabi Ibrahim manusia terbagi menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama menyembah patung-patung yang terbuat dari kayu dan batu. Kelompok kedua menyembah bintang dan bulan dan kelompok ketiga menyembah raja-raja atau penguasa. Sedangkan Nabi Ibrahim sendiri dilahirkan dari keluarga yang mempunyai keahlian membuat patung atau berhala. Alhasil, Ibrahim berasal dari keluarga semacam ini.
Kepala keluarga Ibrahim adalah salah seorang seniman yang terbiasa memahat patung-patung sehingga profesi si ayah mendapatkan kedudukan istimewa di tengah-tengah kaumnya. Keluarga Nabi Ibrahim sangat dihormati. Dalam bahasa kita saat ini bisa saja ia disebut dengan keluarga aristokrat.
Nabi Ibrahim adalah seseorang yang akalnya cemerlang sejak beliau berusia muda. Allah SWT menghidupkan hati dan akalnya dan memberinya hikmah sejak masa kecilnya.

Masa Kecil dan Remaja Nabi Ibrahim
Nabi Ibrahim mengetahui saat beliau masih kecil bahwa ayahnya seseorang yang membuat patung-patung yang unik. Pada suatu hari, ia bertanya tentang ciptaan ayahnya kemudian ayahnya memberitahunya bahwa itu adalah patung-patung dari tuhan-tuhan. Nabi Ibrahim sangat keheranan melihat hal tersebut, kemudian timbul dalam dirinya—melalui akal sehatnya—penolakan terhadapnya. Uniknya, Nabi Ibrahim justru bermain-main dengan patung itu saat ia masih kecil, bahkan terkadang ia menunggangi pung­gung patung-patung itu seperti orang-orang yang biasa menung­gang keledai dan binatang tunggangan lainya. Pada suatu hari, ayahnya melihatnya saat menunggang punggung patung yang bernama Mardukh. Saat itu juga ayahnya marah dan memerintahkan anaknya agar tidak bermain-main dengan patung itu lagi.
Pernah juga terjadi pemukulan oleh si ayah terhadap Ibrahim karena dialognya tentang patung-patung itu. Ibrahim tidak habis mengerti, bagaimana manusia yang berakal membuat patung-patung dengan tangannya sendiri kemudian setelah itu ia sujud dan menyembah terhadap apa yang dibuatnya. Maka sejak usia anak-anak, hati Ibrahim menanam rasa benci terhadap patung-patung yang dibuat oleh ayahnya sendiri. Kemudian berlalulah hari demi hari dan Ibrahim menjadi besar.
Semasa remajanya Ibrahim sering diperintah ayahnya keliling kota menjajakan patung-patung buatannya, namun karena iman dan tauhid yang telah diilhamkan oleh Allah kepadanya ia tidak bersemangat untuk menjajakan barang-barang itu bahkan secara mengejek ia menawarkan patung-patung ayahnya kepada calon pembeli dengan kata-kata: "Siapakah yang akan membeli patung-patung yang tidak berguna ini?"


Tidak ada komentar:

Posting Komentar