Pendahuluan
Pada 2.295 SM. Kerajaan Babilon waktu itu
diperintah oleh seorang raja yang bengis dan mempunyai kekuasaan yang absolut
dan zalim, ia bernama Namrudz bin Kan'aan. Menurut buku kisah-kisah 25 nabi dan
mukjizatnya, Kerajaan Babilon pada masa itu termasuk kerajaan yang makmur dan rakyat
hidup senang, sejahtera dalam keadaan serba kecukupan sandang maupun pangan
serta sarana prasarana yang menjadi keperluan pertumbuhan jasmani mereka. Akan
tetapi tingkatan hidup rohani mereka berada ditingkat jahiliyah. Mereka tidak
mengenal Tuhan Pencipta mereka yang telah mengaruniakan mereka dengan segala
kenikmatan dan kebahagiaan duniawi.
Persembahan mereka adalah patung-patung yang mereka pahat sendiri
dari batu-batu atau terbuat dari lumpur dan tanah.
Raja mereka Namrud bin Kan’an menjalankan
tampuk pemerintahan dengan tangan besi dan kekuasaan mutlak tanpa adanya
undang-undang. Semua kehendaknya harus terlaksana dan segala perintahnya
merupakan undang-undang yang tidak dapat dilanggar atau ditawar. Kekuasaan yang
besar yang berada di tangannya itu dan kemewahan hidup berlebih-lebihan yang ia
nikmati lama kelamaan menjadikan ia tidak puas dengan kedudukannya sebagai
raja. Ia merasakan dirinya patut disembah oleh rakyatnya sebagai Tuhan. Ia
berpikir jika rakyatnya mau dan rela menyembah patung-patung yang terbuat dari
batu yang tidak dapat memberikan manfaat dan mendatangkan kebahagiaan bagi
mereka, mengapa bukan dia saja yang disembah sebagai Tuhan. Dia yang dapat
berbicara, dapat mendengar dan dapat berpikir, dapat memimpin mereka, membawa
kemakmuran bagi mereka dan melepaskan dari kesengsaraan dan kesusahan. Dia yang
dapat mengubah orang miskin menjadi kaya dan orang yang di hina menjadi orang
yang mulia. Di samping itu, ia adalah raja yang berkuasa dan memiliki negara yang
besar dan luas.
Suatu ketika Namrudz mendapat petanda bahwa akan
ada seorang bayi yang lahir disana dan bayi ini akan tumbuh kemudian
menentangnya. Diantara sifat insan yang akan menentangnya ini ialah dia akan
membawa agama yang mempercayai satu tuhan dan akan menjadi pemusnah batu
berhala. Insan ini juga akan menjadi penyebab Namrudz mati dengan cara yang
dahsyat. Oleh karena itu Namrudz telah memerintahkan prajuritnya untuk membunuh
semua bayi yang dilahirkan di tempat ini. Ia juga telah memisahkan golongan
lelaki dan wanita selama setahun.
Cahaya akal saat itu padam sehingga kegelapan
memenuhi segala penjuru bumi. Akhirnya, kehausan bumi untuk mendapatkan rahmat
dan kelaparannya terhadap kebenaran pun semakin meningkat. Dalam suasana yang
demikianlah Nabi Ibrahim dilahirkan.
Kelahiran, Nasab dan Keluarganya
Ibrahim bin Aazar (Tarikh) bin Nahur bin Sarugh
bin Ra'u bin Faligh bin Abir bin Shaleh bin Arfakhsad bin Sam bin Nuh. Ia dilahirkan sekitar
1997 SM di sebuah tempat bernama Faddam, A'ram, yang terletak di dalam kawasan
kerajaan Babilonia.
Menurut Al-Hafidz ibnu Asakir ibunya bernama Amilah dalam kitab at-Tarikh dari Ishaq bin Basyar
al-Kahiliy, penulis kitab al-Mubtadi'. Sedangkan al-Kalbiy berkata, ibunya bernama Buna binti
Karbina bin Kartsi yang berasal dari Bani Arfakhsyad bin Sam bin Nuh.
Sementara Al-Qur'an al-Karim tidak menceritakan
tentang proses kelahirannya dan masa kecilnya.
Dalam kesewenangan dan kezhaliman Namrudz,
walaupun berada dalam keadaan cemas, kehendak Allah tetap
terjadi. Isteri Aazar telah mengandung namun tidak menunjukkan tanda-tanda
kehamilan. Pada suatu hari dia terasa seperti telah tiba waktunya untuk
melahirkan anak dan sadar sekiranya diketahui oleh Namrudz yang zalim pasti dia
serta anaknya akan dibunuh. Dalam ketakutan, ibu Ibrahim telah bersembunyi dan melahirkan
anaknya di dalam sebuah gua yang bersebelahan. Setelah melahirkan, dia
memasukkan batu-batu kecil dalam mulut bayinya itu dan meninggalkannya seorang
diri. Seminggu kemudian, dia bersama suaminya kembali ke gua tersebut dan
terkejut melihat Ibrahim masih hidup. Selama seminggu, bayi itu menghisap celah
jarinya yang mengandungi susu dan makanan lain yang berkhasiat. Semasa berusia
15 bulan tubuh Ibrahim telah membesar dengan cepatnya seperti kanak-kanak
berusia dua tahun. Maka kedua ibu bapaknya berani membawanya pulang kerumah
mereka.
Ketika itu, ayah Ibrahim, Tarikh berusia enam
puluh lima tahun. Setelah Ibrahim, lahir juga Nahur dan Haran. Haran kemudian memiliki
anak Luth yang telah meninggal ketika ayahnya masih hidup.
Ada yang menyebutkan bahwa ayah Nabi Ibrahim
meninggal sebelum ia dilahirkan kemudian ia diasuh oleh pamannya di mana
pamannya itu menduduki kedudukan ayahnya. Nabi Ibrahim pun memanggil dengan
sebutan-sebutan yang biasa ditujukan kepada seorang ayah. Karena terdapat
perbedaan pendapat dalam menafsirkan kata "ab" dalam kisah Nabi
Ibrahim as dalam al-Quran. Sebagian mengartikannya dengan arti lahiriahnya,
yaitu ayah. Tapi, kelompok yang lain berasumsi bahwa yang dimaksud dengan kata
tersebut adalah paman. Ada juga ada yang mengatakan bahwa ayahnya tidak
meninggal dan Azar adalah benar-benar ayahnya. Ada pendapat lain yang
mengatakan bahwa Azar adalah nama salah satu patung yang cukup terkenal yang
dibuat oleh ayahnya.
Lingkungan di sekitar Nabi Ibrahim
Kita mengetahui bahwa di masa Nabi Ibrahim manusia
terbagi menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama menyembah patung-patung yang
terbuat dari kayu dan batu. Kelompok kedua menyembah bintang dan bulan dan
kelompok ketiga menyembah raja-raja atau penguasa. Sedangkan Nabi Ibrahim
sendiri dilahirkan dari keluarga yang mempunyai keahlian membuat patung atau
berhala. Alhasil, Ibrahim berasal dari keluarga semacam ini.
Kepala keluarga Ibrahim adalah salah seorang
seniman yang terbiasa memahat patung-patung sehingga profesi si ayah
mendapatkan kedudukan istimewa di tengah-tengah kaumnya. Keluarga Nabi Ibrahim
sangat dihormati. Dalam bahasa kita saat ini bisa saja ia disebut dengan
keluarga aristokrat.
Nabi Ibrahim adalah seseorang yang akalnya
cemerlang sejak beliau berusia muda. Allah SWT menghidupkan hati dan akalnya
dan memberinya hikmah sejak masa kecilnya.
Masa Kecil dan Remaja Nabi Ibrahim
Nabi Ibrahim mengetahui saat beliau masih kecil
bahwa ayahnya seseorang yang membuat patung-patung yang unik. Pada suatu hari,
ia bertanya tentang ciptaan ayahnya kemudian ayahnya memberitahunya bahwa itu
adalah patung-patung dari tuhan-tuhan. Nabi Ibrahim sangat keheranan
melihat hal tersebut, kemudian timbul dalam dirinya—melalui akal sehatnya—penolakan
terhadapnya. Uniknya, Nabi Ibrahim justru bermain-main dengan patung itu saat
ia masih kecil, bahkan terkadang ia menunggangi punggung patung-patung itu
seperti orang-orang yang biasa menunggang keledai dan binatang tunggangan
lainya. Pada suatu hari, ayahnya
melihatnya saat menunggang punggung patung yang bernama Mardukh. Saat itu juga
ayahnya marah dan memerintahkan anaknya agar tidak bermain-main dengan patung
itu lagi.
Pernah juga terjadi pemukulan oleh si ayah
terhadap Ibrahim karena dialognya tentang patung-patung itu. Ibrahim tidak
habis mengerti, bagaimana manusia yang berakal membuat patung-patung dengan
tangannya sendiri kemudian setelah itu ia sujud dan menyembah terhadap apa yang
dibuatnya. Maka sejak usia anak-anak, hati Ibrahim menanam rasa benci terhadap
patung-patung yang dibuat oleh ayahnya sendiri. Kemudian berlalulah hari demi
hari dan Ibrahim menjadi besar.
Semasa remajanya Ibrahim sering diperintah ayahnya
keliling kota menjajakan patung-patung buatannya, namun karena iman dan tauhid
yang telah diilhamkan oleh Allah kepadanya ia tidak bersemangat untuk
menjajakan barang-barang itu bahkan secara mengejek ia menawarkan patung-patung
ayahnya kepada calon pembeli dengan kata-kata: "Siapakah yang akan
membeli patung-patung yang tidak berguna ini?"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar