Jumat, 07 Februari 2014

Para Istri Nabi Ibrahim As



Para Istri Nabi Ibrahim As
Istri pertama nabi Ibrahim As adalah Sarah. Sarah termasuk wanita tercantik dan paling berbakti kepada Allah dan suaminya. Sumber-sumber yang ada menunjukkan bahwa nabi Ibrahim As tadinya hidup di Babil, di Irak, dan menikah dgn Sarah yg masih merupakan kerabat beliau. Sarah beriman kepada risalah Ibrahim, begitu pula keponakan beliau, Luth.
Sarah diberi kecantikan luar biasa yg membuatnya menjadi wanita tercantik pada zamannya. Namun karena kecantikannya pulalah akhirnya ia mendapat cobaan.
Palestina, tempat tinggal Ibrahim dilanda kekeringan dan paceklik, untuk itu Ibrahim brsama istrinya berangkat ke Mesir. Ketika keduanya tiba di Mesir, Ibrahim tahu bahwa penguasa Mesir adalah orang yang suka perempuan, oleh karena itu, Ibrahim mngkhawatirkan istrinya, Sarah, lalu Ibrahim berkata kepada Sarah “Penguasa Mesir ini pasti akan bertanya kepadaku tentang dirimu, aku akan mnjawab bahwa engkau adalah saudara perempuanku, jadi jangan membantahku disisinya, karena di dunia ini tidak ada orang muslim selain aku dan engkau, dan sesungguhnya engkau adalah saudaraku di kitabullah”

Di Mesir, salah seorang pejabat Mesir melihat Sarah, karenanya ia segera pergi dan masuk menemui rajanya, pejabat tsb berkata “Paduka, seorang wanita telah datang ke Mesir dan ia hanya layak dimiliki orang seperti paduka, karena kecantikannya nyaris menutupi matahari di siang hari”
Wajah sang raja Mesir berbinar-binar, mulutnya mengumbar senyum lebar dan terlukis tanda-tanda ridha di wajahnya kepada pejabatnya tsb, lalu sang raja berkata kepada si pejabat tadi “Pergilah dan bawa wanita tsb kemari.”
Lalu sang pejabat pergi hingga tiba di tempat Ibrahim dan istrinya, sang pejabat berkata kepada Ibrahim “Sesungguhnya raja menyuruhku membawa wanita ini kepadanya”
Sarah berjalan dan masuk ke istana Mesir, ia tidak gelap mata dengan tahta yang ditinggikan, gelas-gelas yg diletakkan, bantal-bantal sandaran yg disusun dan permadani-permadani mewah yang terhampar, matanya tidak menoleh tiang-tiang tinggi dan tembok-tembok yg menjulang, ia tdk begitu peduli dgn para pelayan dan anak-anak istana yg berkeliling ke kanan dan ke kiri.
Hati Sarah hanya terpaut kpd Allah, ia terus berhubungan denganNya dgn damai dan tenang, hatinya penuh dengan keyakinan bahwa ia berada dalam pengawasan Allah, Tuhan semesta alam.
Hati Sarah terus brlarut dalam dzikir kpd Allah, ruhnya lebih senang menyatu dgn rahasia ilahi, mulutnya tidak henti2nya menyanjung Allah, dan ia tdk brhenti dari dzikir kpd Allah sedetik pun.
Seluruh panca indranya mnyatu kpd Allah dgn ikatan kuat dan kokoh, Sarah tahu bhw ia trmasuk hamba2 Allah yg salih, ia tahu bhw ia istri nabi mulia disisi Allah, jadi ia yakin bhw Allah tdk akan menelantarkannya.
Sarah brusaha melihat Allah dgn mata hatinya agar ia damai denganNya dan brnaung di bawah naungan rahmatNya serta brlindung dibalik bentengNya yg amat kokoh pada saat2 kritistsb.
Disisi lain, raja Mesir amat trpesona dgn kecantikan Sarah, raja Mesir merasa sepertinya ada kegemetaran yg mngalir di tubuhnya dan ia tdk tahu hakikat kegemetaran tsb, hanya saja ia merasa ketakutan mnyelimuti hati dan mnguasai perasaannya.
Kegemetaran tsb adlh pringatan Ilahiyah. Lalu sang raja melihat Sarah utk kedua kalinya dgn pandangan yg mngandung pnghkhianatan, Ya, kegemetaran lain menyusup ke tulang prsendiannya terutama ketika setan brbisik kepadanya “Mendekatlah engkau kpd wanita tersebut.”
Raja Mesir mndekatkan diri kpd Sarah dan hendak menyodorkan tangan utk menjamahnya, namun tiba2 seluruh badannya menjadi kaku, ia tdk tahu apa yg harus ia prbuat, ia merasa seperti ada kekuatan yg menghentikan nafas, gerakan, tangan dan hanya mulutnya saja yg bisa digerakan. Ketakutan mnyelimuti hati sang raja, hatinya nyaris trkoyak2, sungguh ketakutan turun kpdnya dan ketakutan tsb mengguncangnya dgn dahsyat, ia terbenam dan nyaris trperosok dan ia benar2 tdk tahu apa yg harus diperbuat.
Disisi lain, Sarah terus terhanyut dlm munajat hangat dgn tuhannya, dan ia merasa ada sinar yg mnyinari jiwanya, dan ada ketenangan yg menetap di hatinya yg bagian dalam, serta kedamaian yg benar2 ia rasakan.
Sarah berkata “Ya Allah, jika Engkau mngetahui aku beriman kpd-Mu dan rasulMu, serta Engkau tahu aku menjaga kemaluanku kecuali utk suamiku, maka jangan kuasakan org kafir ini kepadaku”
Lalu sang raja Mesir brkata kpd Sarah “Hai perempuan., brdo`alah kpd tuhanmu agar Dia membebaskanku, jika itu engkau lakukan, aku tdk akan mengganggumu dan tdk akan mengulangi perbuatanku yg engkau benci ini”
Lalu Sarah berdo`a kpd Allah agar Dia melepaskan raja yg zhalim ini, dan seketika itu pula sang raja terbebas laksana diikat tali kemudian dilepaskan, namun setan kembali merayu sang raja agar ia mengulurkan tangannya lagi kpd wanita jujur ini, Sarah, istri Ibrahim, dan melanggar janjinya, namun tiba2 kali ini tangannya menjadi lumpuh dan ditarik dgn tarikan yg amat kuat, ketika itu pula sang raja berkata lagi kpd Sarah “Berdo`alah engkau kpd tuhan yg engkau sembah, agar Dia melepaskanku dan aku benar2 berjanji tdk akan mengulangi perbuatan keji ini” kemudian Sarah berdo`a lagi kpd Allah dan seketika itu pula sang raja terbebas kembali. Kejadian seperti itu terjadi dan berulang hingga beberapa kali, hingga akhirnya, sang raja benar2 dibuat tdk berdaya, sekujur badannya lumpuh layu, dan ia melihat Sarah dgn pandangan penuh harap, dan meminta belas kasihan dari Sarah, lalu sang raja berkata kpd Sarah dgn suara lirih “Hai perempuan, ampuni aku, dan berdo`alah kepada tuhanmu agar Dia membebaskan aku, dan aku tdk akan mengulangi perbuatanku utk selama2nya”
Ketika Sarah melihat keseriusan sang raja, maka iapun kembali berdo`a kpd Allah utk membebaskan sang raja, dan dgn seketika sang raja terbebas dan tubuhnya menjadi normal kembali seperti sedia kala.
Sang raja berkata kpd Sarah dgn suara lirih “Hai perempuan, betapa taatnya tuhanmu ketika engkau berdo`a untukku”
Sarah berkata kpd sang raja dgn penuh keyakinan iman “Dan engkau sendiri pun bisa begitu, jika engkau taat kpd tuhan tersebut, niscaya Dia akan taat kepadamu”
Allahu akbar, Allah Maha besar, betapa agungnya kata2 diatas, “Sungguh, jika engkau taat kepadaNya, niscaya Dia juga akan taat kepadamu” Allahu akbar, Allah Maha besar, jadi jujur bersama Allah akan menghasilkan kemukjizatan dan membuat org bisa berkata penuh hikmah dan tepat. Sungguh betapa indahnya berhubungan dgn Allah.
Adapun sang raja Mesir, setelah kejadian tsb, ia segera memanggil pejabat yg membawa Sarah kepadanya, dan lalu ia berkata “Keluarkan wanita ini dari hadapanku, karena engkau tdk datang kepadaku dgn membawa wanita melainkan setan”
(syaikh Ibnu Hajar menjelaskan tentang hal ini “bhw sebelum kedatangan islam, manusia sangat mendewa2kan jin, dan mereka berpendapat bhw seluruh kejadian luar biasa yg terjadi adlh karena prbuatan jin)
Istri Nabi Ibrahim, Sarah, tidak melahirkan, lalu raja Mesir memberikan seorang pembantu dari Mesir yang dapat membantunya. Nabi Ibrahim telah menjadi tua dan rambutnya memutih di mana beliau menggunakan usianya hanya untuk berdakwah di jalan Allah SWT. Sarah berpikir bahwa ia dan Nabi Ibrahim tidak akan mempunyai anak, lalu ia berpikir bagaimana seandainya wanita yang membatunya itu dapat menjadi istri kedua dari suaminya. Wanita Mesir itu bernama Hajar. Akhirnya, Sarah menikah-kan Nabi Ibrahim dengan Hajar, kemudian Hajar melahirkan anaknya yang pertama yang dinamakan oleh ayahnya dengan nama Ismail. Nabi Ibrahim saat itu menginjak usia yang sangat tua ketika Hajar melahirkan anak pertamanya, Ismail. Menurut kitab Qishashul Anbiya karya Ibnu Katsir, Hajar adalah seorang putri bangsa Mesir.
Para istri Ibrahim dan keturunannya adalah sebagai berikut:

Kisah Nabi Ibrahim As Part 4



Berdialog dengan Raja  
Nabi Ibrahim pun akhirnya terlibat adu argumentasi dengan raja yang menyangka bahwa dirinya adalah tuhan kaumnya. Raja itu menyuruh mereka untuk menyembahnya. Dalam rangka menjaga kepentingannya, boleh jadi memang ia menyangka bahwa dirinya tuhan. Karena Allah SWT telah memberikannya suatu kerajaan yang besar, ia lupa bahwa ia hanya manusia biasa. Kita tidak mengetahui, apakah ia seorang raja atas kaum Nabi Ibrahim lalu ia mendengar kisah mukjizatnya kemudian ia memanggilnya untuk berdebat dengan beliau, atau mungkin ia raja dari daerah lain. Tapi yang kita ketahui bahwa pertemuan di antara keduanya menyebabkan jatuhnya argumen-argumen orang kafir. Allah SWT menceritakan hal tersebut dengan firman-Nya:
"Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya (Allah) karena Allah telah memberikan kepada orang itu pemerintahan (kekuasaan). Ketika Ibrahim mengatakan: 'Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan mematikan.' Orang itu berkata: 'Saya dapat menghidupkan dan mematikan.' Ibrahim berkata: 'Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah dia dari barat,' lalu heran terdiamlah orang kafir itu; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang lalim. " (QS. al-Baqarah: 258)
Allah SWT sengaja tidak menyebut nama raja itu karena dianggap tidak penting, sebagaimana Al-Qur'an juga tidak menyebut dia­log panjang yang terjadi antara Nabi Ibrahim dan dia.
Barangkali raja itu berkata kepada Nabi Ibrahim: "Aku mendengar bahwa Anda mengajak manusia untuk menyembah Tuhan yang baru dan meninggalkan tuhan yang lama." Nabi Ibrahim menjawab: "Tiada Tuhan lain selain Allah Yang Maha Esa." Si Raja berkata: "Apa yang dilakukan oleh tuhanmu yang tidak dapat aku lakukan?" Raja yang terkena penyakit sombong dan bangga diri itu adalah raja yang tidak tahu diri. Penghormatan manusia dan ketertundukkan manu­sia kepadanya itu justru meningkatkan kesombongannya. Nabi Ibrahim mendengar apa yang dikatakan oleh si raja. Nabi Ibrahim mengetahui segala sesuatunya. Nabi Ibrahim berkata dengan lembut:
"Tuhanku adalah yang mampu menghidupkan dan mematikan." (QS. al-Baqarah: 258)
Si raja membalas:
"Aku pun menghidupkan dan mematikan." (QS. al-Baqarah: 258)
Nabi Ibrahim tidak bertanya bagaimana si raja menghidupkan dan mematikan. Nabi Ibrahim tahu bahwa sebenarnya ia berbohong. Raja berkata: "Aku mampu menghadirkan seseorang yang sedang berjalan lalu aku membunuhnya, dan pada kesempatan yang lain aku mampu memaafkan orang yang sudah dipastikan untuk dihukum gantung lalu aku menyelamatkannya dari kematian. Dengan demikian, aku mampu memberi kehidupan dan kematian."
Mendengar kebodohannya itu, Nabi Ibrahim tertawa dan pada saat yang sama beliau merasakan kesedihan. Tetapi Nabi Ibrahim ingin mematahkan argumen raja itu yang mengatakan bahwa ia mampu menghidupkan dan mematikan, padahal sebenarnya ia tidak mampu. Nabi Ibrahim berkata:
"Sesungguhnya Allah mampu mendatangkan matahari dari timur, maka kalau engkau mampu datangkanlah ia dari barat. " (QS. al-Baqarah: 258)
Mendengar tantangan Nabi Ibrahim itu, raja menjadi terpaku dan terdiam ia merasa tidak mampu. la tidak mampu berkata-kata lagi. Alam mempunyai aturan dan undang-undang yang diatur dan diciptakan oleh Allah SWT di mana tiada makhluk yang lain yang mampu mengubahnya. Jika raja mengklaim bahwa ia benar-benar tuhan, maka tentu ia dapat mengubah hukum alam tersebut. Saat itu si raja merasa tidak mampu memenuhi tantangan itu. Ia justru membisu. Ia tidak mengetahui apa yang harus dikatakannya dan apa yang harus dilakukannya. Setelah orang-orang kafir diam mem­bisu, Nabi Ibrahim meninggalkan istana raja. Kemudian ketenaran Nabi Ibrahim tersebar di segala penjuru negeri. Manusia mulai ramai-ramai membicarakan mukjizatnya dan keselamatanya dari api. Manusia menyinggung bagaimana sikap raja ketika mendengar tantangan Nabi Ibrahim, dan bagaimana si raja menjadi membisu dan tidak mengetahui apa yang harus dikatakannya.
Nabi Ibrahim tetap melanjutkan dakwahnya di jalan Allah SWT. Nabi Ibrahim mencurahkan tenaga dan upayanya untuk membimbing kaumnya. Nabi Ibrahim berusaha menyadarkan mereka dengan berbagai cara. Meskipun beliau sangat cinta dan menyayangi mereka, mereka malah justru marah kepadanya dan malah mengusirnya. Dan tiada yang beriman bersamanya kecuali seorang perempuan dan seorang lelaki. Perempuan itu bernama Sarah yang kemudian menjadi istrinya sedangkan laki-laki itu adalah Luth yang kemudian menjadi nabi setelahnya.

Nabi Ibrahim As Hijrah
Ketika Nabi Ibrahim mengetahui bahwa tidak seorang pun beriman selain kedua orang tersebut, ia menetapkan untuk berhijrah. Sebelum beliau berhijrah, ia mengajak ayahnya beriman. Kemudian Nabi Ibrahim mengetahui bahwa ayahnya adalah musuh Allah SWT dan dia tidak akan beriman. Nabi Ibrahim pun berlepas diri darinya dan memutuskan hubungan dengannya.
Untuk kedua kalinya dalam kisah para nabi kita mendapati hal yang mengagetkan. Dalam kisah Nabi Nuh kita menemukan bahwa si ayah seorang nabi dan si anak seorang kafir, sedangkan dalam kisah Nabi Ibrahim justru sebaliknya: si ayah yang menjadi kafir dan si anak yang menjadi nabi. Dalam kedua kisah tersebut kita mengetahui bahwa seorang mukmin berlepas diri dari musuh Allah SWT, meskipun dia adalah anaknya dan ayahnya.
Melalui kisah tersebut, Allah SWT memberitahukan kepada kita bahwa hubungan satu-satunya yang harus dipelihara dan harus diperhatikan di antara hubungan-hubungan kemanusiaan adalah hubungan keimanan, bukan hanya hubungan darah. Allah SWT berflrman dalam surah at-Taubah:
"Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya, tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya itu. Maka tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri darinya. Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun. " (QS. at-Taubah: 114)
Nabi Ibrahim keluar meninggalkan negerinya dan memulai petualangannya dalam hijrah. Nabi Ibrahim pergi ke kota yang bernama Aur dan ke kota yang lain bernama Haran, kemudian beliau pergi ke Palestina bersama istrinya, satu-satunya wanita yang beriman kepadanya. Beliau juga disertai Luth, satu-satunya lelaki yang beriman kepadanya.
Allah SWT berfirman:
"Maka Luth membenarkan (kenabian)nya. Dan berkatalah Ibrahim: 'Sesungguhnya aku akan berpindah ke (tempat yang diperintahkan) Tuhanku (kepadaku); sesungguhnya Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.'" (QS. al-Ankabut: 26)

Kisah Nabi Ibrahim As Part 3



Nabi Ibrahim As Dibakar
Ketika Nabi Ibrahim berhasil merobohkan argumentasi mereka, maka orang-orang yang sombong bangkit untuk menenangkan suasana. Para penentang itu tidak mau manusia akan menyembah selain berhala. Mereka pun mengatakan akan menggantung dan akan membakar Ibrahim hidup-hidup. Nabi Ibrahim pun ditangkap lalu disiapkanlah tempat pembakaran. Para penentang itu berkata kepada pengikutnya: "Bakarlah Ibrahim, dan tolonglah tuhan kalian jika kalian benar-benar menyembahnya." (QS. al-Anbiya': 68)
Mereka pun terpengaruh dengan ucapan tersebut. Mereka pun menyiapkan alat-alat untuk membakar Nabi Ibrahim.
Tersebarlah berita itu di kerajaan dan di seluruh negeri. Manusia-manusia berdatangan dari berbagai pelosok, dari gunung-gunung, dari berbagai desa, dan dari berbagai kota untuk menyaksikan balasan yang diterima bagi orang yang berani menentang tuhan, bahkan menghancurkannya. Mereka menggali lobang besar yang dipenuhi kayu-kayu, batu-batu, dan pohon-pohon lalu mereka menyalakan api di dalamnya. Kemudian mereka mendatangkan manjaniq, yaitu suatu alat yang dapat digunakan untuk melempar Nabi Ibrahim ke dalam api sehingga ia jatuh ke dalam lubang api. Mereka meletakkan Nabi Ibrahim setelah mereka mengikat kedua tangannya dan kakinya pada manjaniq itu. Api pun mulai menyala dan asapnya mulai membumbung ke langit. Manusia yang melihat peristiwa itu berdiri agak jauh dari galian api itu karena saking panasnya. Lalu, seorang tokoh dukun memerintahkan agar Ibrahim dilepaskan ke dalam api. Tiba-tiba malaikat Jibril berdiri di hadapan Nabi Ibrahim dan bertanya kepadanya: "Wahai Ibrahim, tidakkah engkau memiliki keperluan?" Nabi Ibrahim menjawab: "Aku tidak memerlukan sesuatu darimu." Nabi Ibrahim pun dilepaskan lalu dimasukkan ke dalam kubangan api. Nabi Ibrahim terjatuh dalam api. Api pun mulai mengelilinginya, lalu Allah SWT menurunkan perintah kepada api, Allah SWT berkata:
"Kami berfirman: Wahai api jadilah engkau dingin dan membawa keselamatan kepada Ibrahim." (QS. al-Anbiya': 69)
Api pun tunduk kepada perintah Allah SWT sehingga ia menjadi dingin dan membawa keselamatan bagi Nabi Ibrahim. Api hanya membakar tali-tali yang mengikat Nabi Ibrahim. Nabi Ibrahim dengan tenang berada di tengah-tengah api seakan-akan beliau duduk di tengah-tengah taman. Beliau memuji Allah SWT, Tuhannya dan mengagungkan-Nya. Yang ada di dalam hatinya hanya cinta kepada sang Kekasih, yaitu Allah SWT.
Hati Nabi Ibrahim tidak dipenuhi rasa takut atau menyesal atau berkeluh kesah. Yang ada dalam hati beliau hanya cinta semata. Api pun menjadi damai dan menjadi dingin. Sesungguhnya orang-orang yang cinta kepada Allah SWT tidak akan merasakan ketakutan. Para pembesar dan para dukun mengamat-amati dari jauh betapa panasnya api itu. Bahkan api terus menyala dalam tempo yang lama, sehingga orang-orang kafir mengira bahwa api itu tidak pernah padam. Ketika api itu padam, mereka dibuat terkejut ketika melihat Nabi Ibrahim keluar dari kubangan api dalam keadaan selamat. Wajah mereka menjadi hitam karena terpengaruh asap api sementara wajah Nabi Ibrahim berseri-seri dan tampak diliputi dengan cahaya dan kebesaran. Bahkan pakaian yang dipakai Nabi Ibrahim pun tidak terbakar, dan beliau tidak tersentuh sedikit pun oleh api. Nabi Ibrahim pun keluar dari api itu bagaikan beliau keluar dari taman. Lalu orang-orang kafir pun berteriak keheranan. Mereka pun mendapatkan kekalahan dan kerugian. Allah SWT berfirman:
"Mereka hendak berbuat makar terhadap Ibrahim, maka Kami menjadikan mereka itu orang-orang yang paling rugi." (QS. al-Anbiya': 70)
Al-Qur'an tidak menceritakan kepada kita tentang usia Nabi Ibrahim saat menghancurkan berhala-berhala kaumnya. Al-Qur'an juga tidak menceritakan berapa usia beliau saat memikul tanggung jawab dakwah dan menyeru di jalan Allah SWT. Melalui pelacakan nas-nas dapat diketahui bahwa Nabi Ibrahim saat itu masih muda belia, ketika melakukan peristiwa besar itu. Bukti hal itu adalah, ketika para kaumnya mendengar penghancuran berhala, mereka berkata:
"Mereka berkata: "Kami mendengar ada seorang pemuda yang mencela berhala-berhala ini yang bernama Ibrahim." (QS. al-Anbiya': 60)
Alhasil, masa pemilihan Allah SWT terhadap Nabi Ibrahim tidak ditentukan dalam Al-Qur'an, sehingga kita tidak dapat memberikan satu jawaban pasti tentang hal itu, tapi yang mampu kita utarakan adalah, bahwa Nabi Ibrahim mampu membuat argumen yang cukup jelas untuk menghancurkan argumen para penyembah berhala. Sebagaimana beliau mampu sebelumnya menghancurkan argumen para penyembah bintang, sehingga hanya tersisa satu argumen yang harus disampaikan kepada para penguasa dan para raja. Dengan demikian, orang-orang kafir telah mendapatkan seluruh argumen kebenaran.

KISAH NABI IBRAHIM AS Part 1



Pendahuluan

Pada 2.295 SM. Kerajaan Babilon waktu itu diperintah oleh seorang raja yang bengis dan mempunyai kekuasaan yang absolut dan zalim, ia bernama Namrudz bin Kan'aan. Menurut buku kisah-kisah 25 nabi dan mukjizatnya, Kerajaan Babilon pada masa itu termasuk kerajaan yang makmur dan rakyat hidup senang, sejahtera dalam keadaan serba kecukupan sandang maupun pangan serta sarana prasarana yang menjadi keperluan pertumbuhan jasmani mereka. Akan tetapi tingkatan hidup rohani mereka berada ditingkat jahiliyah. Mereka tidak mengenal Tuhan Pencipta mereka yang telah mengaruniakan mereka dengan segala kenikmatan dan kebahagiaan duniawi.
Persembahan   mereka   adalah patung-patung yang mereka pahat sendiri dari batu-batu atau terbuat dari lumpur dan tanah.
Raja mereka Namrud bin Kan’an menjalankan tampuk pemerintahan dengan tangan besi dan kekuasaan mutlak tanpa adanya undang-undang. Semua kehendaknya harus terlaksana dan segala perintahnya merupakan undang-undang yang tidak dapat dilanggar atau ditawar. Kekuasaan yang besar yang berada di tangannya itu dan kemewahan hidup berlebih-lebihan yang ia nikmati lama kelamaan menjadikan ia tidak puas dengan kedudukannya sebagai raja. Ia merasakan dirinya patut disembah oleh rakyatnya sebagai Tuhan. Ia berpikir jika rakyatnya mau dan rela menyembah patung-patung yang terbuat dari batu yang tidak dapat memberikan manfaat dan mendatangkan kebahagiaan bagi mereka, mengapa bukan dia saja yang disembah sebagai Tuhan. Dia yang dapat berbicara, dapat mendengar dan dapat berpikir, dapat memimpin mereka, membawa kemakmuran bagi mereka dan melepaskan dari kesengsaraan dan kesusahan. Dia yang dapat mengubah orang miskin menjadi kaya dan orang yang di hina menjadi orang yang mulia. Di samping itu, ia adalah raja yang berkuasa dan memiliki negara yang besar dan luas.
Suatu ketika Namrudz mendapat petanda bahwa akan ada seorang bayi yang lahir disana dan bayi ini akan tumbuh kemudian menentangnya. Diantara sifat insan yang akan menentangnya ini ialah dia akan membawa agama yang mempercayai satu tuhan dan akan menjadi pemusnah batu berhala. Insan ini juga akan menjadi penyebab Namrudz mati dengan cara yang dahsyat. Oleh karena itu Namrudz telah memerintahkan prajuritnya untuk membunuh semua bayi yang dilahirkan di tempat ini. Ia juga telah memisahkan golongan lelaki dan wanita selama setahun.
Cahaya akal saat itu padam sehingga kegelapan memenuhi segala penjuru bumi. Akhirnya, kehausan bumi untuk mendapatkan rahmat dan kelaparannya terhadap kebenaran pun semakin meningkat. Dalam suasana yang demikianlah Nabi Ibrahim dilahirkan.

Kelahiran, Nasab dan Keluarganya
Ibrahim bin Aazar (Tarikh) bin Nahur bin Sarugh bin Ra'u bin Faligh bin Abir bin Shaleh bin Arfakhsad bin Sam bin Nuh. Ia dilahirkan sekitar 1997 SM di sebuah tempat bernama Faddam, A'ram, yang terletak di dalam kawasan kerajaan Babilonia.
Menurut Al-Hafidz ibnu Asakir ibunya bernama Amilah dalam kitab at-Tarikh dari Ishaq bin Basyar al-Kahiliy, penulis kitab al-Mubtadi'. Sedangkan al-Kalbiy berkata, ibunya bernama Buna binti Karbina bin Kartsi yang berasal dari Bani Arfakhsyad bin Sam bin Nuh.
Sementara Al-Qur'an al-Karim tidak menceritakan tentang proses kelahirannya dan masa kecilnya.
Dalam kesewenangan dan kezhaliman Namrudz, walaupun berada dalam keadaan cemas, kehendak Allah tetap terjadi. Isteri Aazar telah mengandung namun tidak menunjukkan tanda-tanda kehamilan. Pada suatu hari dia terasa seperti telah tiba waktunya untuk melahirkan anak dan sadar sekiranya diketahui oleh Namrudz yang zalim pasti dia serta anaknya akan dibunuh. Dalam ketakutan, ibu Ibrahim telah bersembunyi dan melahirkan anaknya di dalam sebuah gua yang bersebelahan. Setelah melahirkan, dia memasukkan batu-batu kecil dalam mulut bayinya itu dan meninggalkannya seorang diri. Seminggu kemudian, dia bersama suaminya kembali ke gua tersebut dan terkejut melihat Ibrahim masih hidup. Selama seminggu, bayi itu menghisap celah jarinya yang mengandungi susu dan makanan lain yang berkhasiat. Semasa berusia 15 bulan tubuh Ibrahim telah membesar dengan cepatnya seperti kanak-kanak berusia dua tahun. Maka kedua ibu bapaknya berani membawanya pulang kerumah mereka.
Ketika itu, ayah Ibrahim, Tarikh berusia enam puluh lima tahun. Setelah Ibrahim, lahir juga Nahur dan Haran. Haran kemudian memiliki anak Luth yang telah meninggal ketika ayahnya masih hidup.
Ada yang menyebutkan bahwa ayah Nabi Ibrahim meninggal sebelum ia dilahirkan kemudian ia diasuh oleh pamannya di mana pamannya itu menduduki kedu­dukan ayahnya. Nabi Ibrahim pun memanggil dengan sebutan-sebutan yang biasa ditujukan kepada seorang ayah. Karena terdapat perbedaan pendapat dalam menafsirkan kata "ab" dalam kisah Nabi Ibrahim as dalam al-Quran. Sebagian mengartikannya dengan arti lahiriahnya, yaitu ayah. Tapi, kelompok yang lain berasumsi bahwa yang dimaksud dengan kata tersebut adalah paman. Ada juga ada yang mengatakan bahwa ayahnya tidak meninggal dan Azar adalah benar-benar ayahnya. Ada pendapat lain yang mengatakan bahwa Azar adalah nama salah satu patung yang cukup terkenal yang dibuat oleh ayahnya.

Lingkungan di sekitar Nabi Ibrahim
Kita mengetahui bahwa di masa Nabi Ibrahim manusia terbagi menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama menyembah patung-patung yang terbuat dari kayu dan batu. Kelompok kedua menyembah bintang dan bulan dan kelompok ketiga menyembah raja-raja atau penguasa. Sedangkan Nabi Ibrahim sendiri dilahirkan dari keluarga yang mempunyai keahlian membuat patung atau berhala. Alhasil, Ibrahim berasal dari keluarga semacam ini.
Kepala keluarga Ibrahim adalah salah seorang seniman yang terbiasa memahat patung-patung sehingga profesi si ayah mendapatkan kedudukan istimewa di tengah-tengah kaumnya. Keluarga Nabi Ibrahim sangat dihormati. Dalam bahasa kita saat ini bisa saja ia disebut dengan keluarga aristokrat.
Nabi Ibrahim adalah seseorang yang akalnya cemerlang sejak beliau berusia muda. Allah SWT menghidupkan hati dan akalnya dan memberinya hikmah sejak masa kecilnya.

Masa Kecil dan Remaja Nabi Ibrahim
Nabi Ibrahim mengetahui saat beliau masih kecil bahwa ayahnya seseorang yang membuat patung-patung yang unik. Pada suatu hari, ia bertanya tentang ciptaan ayahnya kemudian ayahnya memberitahunya bahwa itu adalah patung-patung dari tuhan-tuhan. Nabi Ibrahim sangat keheranan melihat hal tersebut, kemudian timbul dalam dirinya—melalui akal sehatnya—penolakan terhadapnya. Uniknya, Nabi Ibrahim justru bermain-main dengan patung itu saat ia masih kecil, bahkan terkadang ia menunggangi pung­gung patung-patung itu seperti orang-orang yang biasa menung­gang keledai dan binatang tunggangan lainya. Pada suatu hari, ayahnya melihatnya saat menunggang punggung patung yang bernama Mardukh. Saat itu juga ayahnya marah dan memerintahkan anaknya agar tidak bermain-main dengan patung itu lagi.
Pernah juga terjadi pemukulan oleh si ayah terhadap Ibrahim karena dialognya tentang patung-patung itu. Ibrahim tidak habis mengerti, bagaimana manusia yang berakal membuat patung-patung dengan tangannya sendiri kemudian setelah itu ia sujud dan menyembah terhadap apa yang dibuatnya. Maka sejak usia anak-anak, hati Ibrahim menanam rasa benci terhadap patung-patung yang dibuat oleh ayahnya sendiri. Kemudian berlalulah hari demi hari dan Ibrahim menjadi besar.
Semasa remajanya Ibrahim sering diperintah ayahnya keliling kota menjajakan patung-patung buatannya, namun karena iman dan tauhid yang telah diilhamkan oleh Allah kepadanya ia tidak bersemangat untuk menjajakan barang-barang itu bahkan secara mengejek ia menawarkan patung-patung ayahnya kepada calon pembeli dengan kata-kata: "Siapakah yang akan membeli patung-patung yang tidak berguna ini?"


KKISAH NABI IBRAHIM Part 2



Nabi Ibrahim As Mencari Tuhan kemudian Menemukan Alloh
Pada suatu malam Nabi Ibrahim memperhatikan langit kemudian beliau melihat-lihat berbagai bintang yang disembah di bumi. Saat itu hati Nabi Ibrahim—sebagai pemuda yang masih belia— merasakan kesedihan yang luar biasa. Lalu beliau melihat apa yang di belakang bulan dan bintang. Hal itu sangat mengagumkannya. Mengapa manusia justru menyembah ciptaan Tuhan? Bukankah semua itu muncul dan tenggelam dengan izin-Nya. Nabi Ibrahim mengalami dialog internal dalam dirinya.
 Allah SWT berfirman dalam surah al-An'am:
"Dan (ingatlah) di waktu Ibrahim berkata kepada bapaknya Azar: 'Pantaskah kamu menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan? Sesungguhnya aku melihat kamu dan kaummu dalam kesesatan yang nyata.' Dan demikianlah Kami perlihatkan kepada Ibrahim tanda-tanda keagungan (Kami yang terdapat) di langit dan di bumi, dan Kami (memperlihatkannya) agar Ibrahim itu termasuk orang-orang yang yakin. Ketika malam menjadi gelap, dia melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata: 'Inilah Tuhanku,' tetapi tatkala bintang itu tenggelam, dia berkata: 'Saya tidak suka kepada yang tenggelam.'" (QS. al-An'am: 74-76)
Al-Qur'an tidak menceritakan kepada kita peristiwa atau suasana yang dialami Ibrahim saat menyatakan sikapnya dalam hal itu, tapi kita merasa dari konteks ayat tersebut bahwa pengumuman ini terjadi di antara kaumnya. Dan tampak bahwa kaumnya merasa puas dengan hal tersebut. Mereka mengira bahwa Ibrahim menolak penyembahan berhala dan cenderung pada penyembahan bintang. Kita ketahui bahwa di zaman Nabi Ibrahim manusia menjadi tiga bagian. Sebagian mereka menyembah berhala sebagian lagi me­nyembah bintang, dan sebagian yang lain menyembah para raja. Namun di saat pagi, Nabi Ibrahim mengingatkan kaumnya dan membuat mereka terkejut di mana bintang-bintang yang diyakininya kemarin kini telah tenggelam. Ibrahim mengatakan bahwa ia tidak menyukai yang tenggelam. Allah SWT berfirman:
"Ketika malam telah menjadi gelap, dia melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata: 'Inilah Tuhanku,’ tetapi tatkala bintang itu tenggelam, dia berkata: 'Saya tidak suka kepada yang tenggelam '" (QS. al-An'am: 76)
Ibrahim kembali merenung dan memberitahukan kaumnya pada malam kedua bahwa bulan adalah tuhannnya. Kaum Nabi Ibrahim tidak mengetahui atau tidak memiliki kapasitas logika yang cukup atau kecerdasan yang cukup, bahwa sebenarnya Ibrahim ingin menyadarkan dengan cara sangat lembut dan dan penuh cinta. Bagaimana mereka menyembah tuhan yang terkadang tersembunyi dan terkadang muncul atau terkadang terbit dan ter­kadang tenggelam. Mula-mula kaum Nabi Ibrahim tidak mengeta­hui yang demikian itu. Pertama-tama Ibrahim menyanjung bulan tetapi ternyata bulan seperti bintang yang lain, ia pun muncul dan tenggelam. Allah SWT berfirman:
"Kemudian tatkala dia melihat sebuah bulan terbit dia berkata: 'Ini­lah Tuhanku.' Tetapi setelah bulan itu terbenam dia berkata: 'Sesung­guhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat.'" (QS. al-An'am: 77)
Kita perhatikan di sini bahwa beliau berbicara dengan kaumnya tentang penolakan penyembahan terhadap bulan. Ibrahim berhasil "merobek" keyakinan terhadap penyembahan bulan dengan penuh kelembutan dan ketenangan. Bagaimana manusia menyembah tuhan yang terkadang tersembunyi dan terkadang muncul. Sungguh, kata Ibrahim, betapa aku membayangkan apa yang terjadi padaku jika Tuhan tidak membimbingku. Nabi Ibrahim mengisyaratkan kepada mereka bahwa beliau memiliki Tuhan, bukan seperti tuhan-tuhan yang mereka sembah. Namun lagi-lagi mereka belum mampu menangkap isyarat Nabi Ibrahim. Beliau pun kembali menggunakan argumentasi untuk menundukkan kelompok pertama dari kaum penyembah bintang yang tampak lebih besar yakni matahari. Ibrahim berdialog dengan penyembah matahari. Beliau memberitahukan bahwa matahari adalah tuhannya karena dia yang terbesar. Allah SWT berfirman:
"Kemudian tatkala dia melihat matahari terbit, dia berkata: 'Inilah Tuhanku. Inilah yang lebih besar.' Maka tatkala matahari itu terbenam, dia berkata: 'Hai kaumkku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan. Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.'" (QS. al-An'am: 78-79)
Lagi-lagi Ibrahim memainkan peran yang penting dalam rangka menggugah pikiran mereka. Para penyembah matahari tidak mengetahui bahwa mereka menyembah makhluk. Jika mere­ka mengira bahwa ia adalah besar, maka Allah SWT Maha Besar.
Setelah Ibrahim memberitahukan bahwa matahari adalah tuhannya, beliau menunggu saat yang tepat sehingga matahari itu tenggelam dan ternyata benar dia bagaikan sembahan-sembahan yang lain yang suatu saat akan tenggelam. Setelah itu Ibrahim memploklamirkan bahwa beliau terbebas dari penyembahan bintang. Ibrahim mulai memandang dan memberikan pengarahan kepada kaumnya bahwa di sana ada Pencipta langit dan bumi. Argumen­tasi Ibrahim mampu memunculkan kebenaran, tetapi sebagaimana biasa kebatilan tidak tunduk begitu saja. Mereka mulai menampakkan taringnya dan mulai menggugat keberadaan dan kenekatan Ibrahim as. Mereka mulai menentang Nabi Ibrahim dan mulai mendebatnya dan bahkan mengancamnya. Hal ini dapat kita lihat dalam QS. al-An'am: 80-81.
Kita tidak mengetahui sampai sejauh mana ketajaman pergulatan antara Nabi Ibrahim dan kaumnya, dan bagaimana cara mereka menakut-nakuti Nabi Ibrahim. Al-Qur'an tidak menyinggung hal tersebut. Namun yang jelas, dari cerita tersebut, Al-Qur'an mengemukakan bahwa Nabi Ibrahim menggunakan logika seseorang yang berpikir sehat. Menghadapi berbagai tantangan dan ancaman dari kaumnya, Nabi Ibrahim justru mendapatkan kedamaian dan tidak takut kepada mereka, seperti yang tertuang dalam firman Allah QS. al-An'am: 82.
Bahkan Allah SWT selalu memberikan hujah atau argumentasi yang kuat kepada Nabi Ibrahim sehingga beliau mampu menghadapi kaumnya. Allah SWT berfirman: "Dan itulah hujjah Kami yang Kami berikan kepada Ibrahim untuk menghadapi kaumnya. Kami tinggikan siapa yang Kami kehendaki beberapa derajat. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui. " (QS. al-An'am: 83)
Ibrahim didukung oleh Allah SWT dan diperlihatkan kerajaan langit dan bumi. Demikianlah Nabi Ibrahim terus melanjutkan penentangan pada penyembahan berhala. Tentu saat itu pergulatan dan pertentangan antara beliau dan kaumnya semakin tajam dan semakin meluas. Namun beban yang paling berat adalah saat beliau harus berhadapan dengan ayahnya, di mana profesi si ayah dan rahasia kedudukannya merupakan biang keladi dari segala penyembahan yang diikuti mayoritas kaumnya. Nabi Ibrahim pun berdakwah kepada bapak dan kepada kaumnya. Hal ini dapat dilihat dalam QS. al-Anbiya': 52-56.
Nabi Ibrahim As Berdakwah kepada Ayahnya
Dari sini mulailah terjadi pergulatan antara Nabi Ibrahim dan kaumnya. Tentu yang termasuk orang yang paling menentang beliau dan marah kepada sikap beliau itu adalah ayahnya atau pamannya yang mendidiknya laksana seorang ayah. Akhirnya, si ayah dan si anak terlibat dalam pergulatan yang sengit di mana kedua-duanya dipisahkan oleh prinsip-prinsip yang berbeda. Si anak bertengger di puncak kebenaran bersama Allah SWT sedangkan si ayah berdiri bersama kebatilan. Si ayah berkata kepa­da anaknya: "Sungguh besar ujianku kepadamu wahai Ibrahim. Engkau telah berkhianat kepadaku dan bersikap tidak terpuji kepadaku." Ibrahim menjawab:
"Wahai bapakku, mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak dapat mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolong kamu sedikit pun? Wahai bapakku, sesungguhnya telah datang kepadaku sebagian ilmu pengetahuan yang tidak datang kepadamu, maka ikutilah aku, niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus. Wahai bapakku, janganlah kamu menyembah setan, sesung­guhnya setan itu durhaka kepada Tuhan Yang Maha Pemurah. Wahai bapakku, sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan ditimpa azab dan Tuhan Yang Maha Pemurah, maka kamu menjadi kawan bagi setan.'" (QS. Maryam: 42-45)
Sang ayah segera bangkit dan ia tak kuasa lagi untuk meledakkan amarahnya kepada Ibrahim:
"Bencikah kamu kepada tuhan-tuhanku, hai Ibrahim? Jika kamu tidak berhenti, maka niscaya kamu akan aku rajam, dan tinggalkanlah aku buat waktu yang lama." (QS. Maryam: 46)
Akhirnya, pertentangan itu membawa akibat pengusiran Nabi Ibrahim dari rumahnya, dan beliau pun terancam pembunuhan dan perajaman. Meskipun demikian, sikap Nabi Ibrahim tidak pernah berubah. Beliau tetap menjadi anak yang baik dan Nabi yang mulia. Beliau berdialog dengan ayahnya dengan menggunakan adab para nabi dan etika para nabi. Ketika mendengar penghinaan, pengusiran, dan ancaman pembunuhan dari ayahnya, beliau berkata dengan lembut:
"Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu, aku akan meminta ampun bagimu kepada Tuhanku, sesungguhnya Dia sangat baik kepadaku. Dan aku akan menjauhkan diri darimu dan dari apa yang kamu seru selain Allah, dan aku akan berdoa kepada Tuhanku, mudah-mudahan aku tidak akan kecewa dengan berdoa kepada Tuhanku.'" (QS. Maryam: 47-48)
Nabi Ibrahim pun keluar dari rumah ayahnya. Beliau meninggalkan kaumnya dan sesembahan-sembahan selain Allah SWT. Namun beliau menetapkan suatu urusan dalam dirinya, beliau menunggu sebuah pesta besar yang akan menjadi tindakan yang akan ia lakukan sesuatu padanya.

Menghancurkan berhala-berhala
Adalah sudah menjadi tradisi dan kebiasaan penduduk kerajaan Babilonia bahwa setiap tahun mereka keluar kota beramai-ramai pada suatu hari raya yang mereka anggap sebagai keramat. Berhari-hari mereka tinggal diluar kota di suatu padang terbuka, berkemah dengan membawa perbekalan makanan dan minuman yang cukup. Mereka bersuka ria dan bersenang-senang sambil meninggalkan kota-kota mereka kosong dan sunyi. Mereka berseru dan mengajak semua penduduk agar keluar meninggalkan rumah dan turut beramai -ramai menghormati hari-hari suci itu. Jalan-jalan yang menuju tempat penyembahan menjadi sepi dan tempat penyembahan itu pun ditinggalkan oleh penjaganya. Semua orang mengikuti pesta itu.
Dengan penuh hati-hati, Ibrahim memasuki tempat penyembahan dengan membawa kapak yang tajam. Ibrahim melihat patung-patung tuhan yang terukir dari batu-batu dan kayu-kayu. Ibrahim pun melihat makanan yang diletakkan oleh manusia di depannya sebagai hadiah dan nazar. Ibrahim mendekat pada patung-patung itu. Kepada salah satu patung—dengan nada bercanda—ia berkata: "Makanan yang ada di depanmu hai patung telah dingin. Mengapa engkau tidak memakannya. Namun patung itu tetap membisu." Ibrahim pun bertanya kepada patung-patung lain di sekitarnya. Hal ini terdapat dalam QS. ash-Shaffat: 91.
Ibrahim mengejek patung-patung itu. Ibrahim mengetahui bahwa patung itu memang tidak dapat memakannya. Ibrahim bertanya kepada patung-patung itu:
"Mengapa kamu tidak menjawab?" (QS. ash-Shaffat: 92)
Ibrahim pun langsung mengangkat kapak yang ada di tangannya dan mulai menghancurkan tuhan-tuhan yang palsu yang disembah oleh manusia. Ibrahim menghancurkan seluruh patung-patung itu dan hanya menyisakan satu patung, lalu beliau menggantungkan kapak itu dilehernya. Setelah melaksanakan tugas itu, beliau pergi menuju ke gunung. Beliau telah bersumpah untuk membawa suatu bukti yang jelas, bahkan bukti praktis tentang kebodohan kaumnya dalam menyembah selain Allah SWT.
Akhirnya, pesta perayaan itu selesai dan manusia kembali ke tempat mereka masing-masing. Dan ketika salah seorang masuk ke tempat sembahan itu ia pun berteriak. Manusia-manusia datang menolongnya dan ingin mengetahui apa sebab di balik teriakan itu. Dan mereka mengetahui bahwa tuhan-tuhan mereka semuanya telah hancur dan yang tersisa hanya satu. Mereka mulai berpikir siapa penyebab semua ini. Akhirnya mereka pun mengetahui dan menyadari bahwa ini adalah ulah Ibrahim yang telah mengajak mereka untuk me­nyembah Allah SWT:
"Mereka berkata: "Kami dengar ada seorang pemuda yang mencela berhala-berhala ini yang bernama Ibrahim"." (QS. al-Anbiya': 60)
Mereka segera mendatangi Ibrahim. Ketika Ibrahim datang mereka bertanya kepadanya: "Mereka bertanya: "Apakah benar engkau yang melakukan semua ini terhadap tuhan kami wahai Ibrahim?" (QS. al-Anbiya': 62) Ibrahim membalas dengan senyuman lalu ia menunjuk kepada tuhan yang paling besar yang tergantung di lehernya sebuah kapak. Ibrahim menjawab: "Sebenarnya patung yang besar itulah yang melakukannya, maka tanyakanlah kepada berhala itu, jika mereka dapat berbicara". " (QS. al-Anbiya': 63)
Para dukun berkata: "Siapa yang harus kita tanya?" Ibrahim menjawab: "Tanyalah kepada tuhan kalian." Kemudian mereka berkata: "Bukankah engkau mengetahui bahwa tuhan-tuhan itu tidak berbicara." Ibrahim membalas: "Mengapa kalian menyembah se­suatu yang tidak mampu berbicara, sesuatu yang tidak mampu memberikan manfaat dan sesuatu yang tidak mampu memberikan mudarat. Tidakkah kalian mau berpikir sebentar di mana letak akal kalian. Sungguh tuhan-tuhan kalian telah hancur sementara tuhan yang paling besar berdiri dan hanya memandanginya. Tuhan-tuhan itu tidak mampu menghindarkan gangguan dari diri mereka, dan bagaimana mereka dapat mendatangkan kebaikan buat kalian. Tidakkah kalian mau berpikir sejenak. Kapak itu tergantung dituhan yang paling besar tetapi anehnya dia tidak dapat menceritakan apa yang terjadi. Ia tidak mampu berbicara, tidak mendengar, tidak bergerak, tidak melihat, tidak memberikan manfaat, dan tidak membahayakan. Ia hanya sekadar batu, lalu mengapa manusia menyembah batu? Di mana letak akal pikiran yang sehat?" Allah SWT menceritakan peristiwa tersebut dalam firman-Nya QS. al-Anbiya': 51-68
Nabi Ibrahim mampu menundukkan mereka dengan argumentasi dan logika berpikir yang sehat. Tetapi mereka membalasnya dengan menetapkan akan menggantungnya di dalam api. Sungguh ini sangat mengherankan. Suatu mahkamah yang mengerikan digelar di mana si tertuduh akan dihukum dengan pembakaran.